Dunia Lain

Sebelum Bunuh Diri atau Stress Karena Masalah Hidup Baca Cerita Di Bawah Ini, 

selanjutnya tanya diri sendiri bandingkan masalahmu dengan mereka

46 Tahun Pria Buta Ini Hidup Sebatang Kara

Senin, 31 Oktober 2011 20:01 wib
Nurung, pria tunanetra di Wajo, Sulsel, hidup mandiri. (Dok: Sindo TV)
Nurung, pria tunanetra di Wajo, Sulsel, hidup mandiri. (Dok: Sindo TV)
WAJO - Seorang pria tunanetra atau buta di Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan, hidup sebatang kara di gubuk berukuran 3x3 meter. Untuk bertahan hidup, dia memelihara ayam milik orang lain tanpa diupah, melainkan hanya bagi hasil.

Pekerjaan ini tentu tidak mencukupi, pasalnya pria bernama Nurung ini harus menunggu berbulan-bulan sampai anak ayam besar dan bisa dijual. Hasilnya baru bisa dibelikan beras untuk makan.

Lantaran tempat tinggalnya jauh dari permukiman warga, dia harus berjuang sendiri memenuhi kebutuhan hidup.

Setiap hari warga Dusun Pattiromusu, Desa Wecudai, Kecamatan Pammana, ini harus berjalan kaki sejauh 2 kilometer menenteng jeriken untuk mengambil air dari sumur. Pasalnya, kampung tempat tinggal Nurung termasuk wilayah kering yang hanya mengandalkan pasokan air dari hujan.

Andi Baso Ishak, warga Dusun Pattiromusu, Senin (31/10/2011), mengatakan Nurung sudah hidup sebatang kara sejak ditinggal orangtuanya. Saat itu usianya masih lima tahun. Penderitaan tak berhenti sampai di situ, tak lama setelah orangtuanya meninggal, Nurung menderita cacar. Penyakit inilah yang merenggut pengelihatan hingga saat ini.

Kondisi Nurung membuat warga setempat prihatin, namun tak banyak yang mereka bisa lakukan kecuali memberikan tumpangan sebidang tanah.

Meski kondisinya serba kekurangan, Nurung sama sekali tidak ingin merepotkan banyak orang. Dia tetap berusaha seorang diri memenuhi kebutuhan hidup sampai ajal menjemput.

---------------------------------------------------------------------------------

Astaga, Kakek Terpaksa Tinggal Bersama Puluhan Tikus

Kamis, 14 April 2011 20:02 wib

Mbah Sumadi di gubugnya. (Dok: Sun TV)
Mbah Sumadi di gubugnya. (Dok: Sun TV)
DEMAK- Seorang kakek di Demak, Jawa Tengah, selama puluhan tahun terpaksa tinggal dalam gubug reyot yang juga menjadi sarang tikus.

Kondisi ini tentu sebuah ironi dan bertolak belakang dengan sebagian wakil rakyat yang ngotot tetap membangun ‘rumah’ baru senilai Rp1 triliun lebih.

Sumadi, warga Desa Waru, Kecamatan Mranggen, sudah mendiami gubug reyot itu selama lebih dari 20 tahun. Lelaki yang sebulan lalu menderita kelumpuhan tangan kanan ini, tinggal sendiri. Dua anaknya telah tinggal di tempat lain dan jarang sekali menjenguknya.

Gubug terbuat dari papan kayu itu juga jauh dari kesan nyaman untuk menghabiskan masa tua Sumadi. Bahkan, lebih tepat gubugnya disebut sebagai gudang. Pasalnya, gubug itu juga dijadikan tempat untuk menitipkan alat-alat pertanian, sehingga bertambah kumuh.

Setiap hujan, atap serta dinding yang rapuh tak mampu menahan air sehingga masuk ke dalam gubug.

Udara yang lembab juga membuat gubug tersebut menjadi tempat tinggal nyaman bagi puluhan tikus. Tikus-tikus itu membuat rumah sendiri berbentuk gundukan tanah. Untuk penerangan, Mbah Sumadi hanya bergantung dari lampu minyak tanah berukuran kecil.

Sementara untuk makan sehari-hari, Sumadi biasanya berkeliling meminta belas kasih tetangga. Karena itulah dia juga akrab dipanggil Mbah 'Bincok' atau 'Numpang'.

Namun, sejak sebulan terakhir, Sumadi sudah tidak meminta lagi. Tubuh rentanya sudah tak mampu lagi untuk digerakkan berjalan jauh.

Di usianya yang menginjak hampir 90 tahun, Sumadi lebih banyak berpuasa. Maklum, sesekali tetangga terlambat atau bahkan lupa mengirim makanan.

Selain mengalami kelumpuhan, Sumadi juga susah diajak berkomunikasi karena fungsi pendengarannya telah menurun.

Saat disambangi ke gubugnya, Kamis (14/4/2011), Sumadi dengan suara rentanya mengaku tidak mengetahui jika suara yang dia berikan pada pemilu 2009 lalu turut andil dalam memilih wakilnya di DPR.

Sumadi memang tidak mengetahui dan memedulikan rencana pembagunan gedung baru DPR. Namun setidaknya ada perhatian dari para wakil rakyat untuk orang-orang seperti Sumadi.

(Taufik Budi/SUN TV/ton)

------------------------------------------------------------------------

Diusir Anak, Nenek Ini Tinggal di Gubug Reyot

Kamis, 31 Maret 2011 21:03 wib
Mainah, warga Desa Babat, Kecamatan Kebon Agung, Demak, Jateng. (Dok: Sun TV)
Mainah, warga Desa Babat, Kecamatan Kebon Agung, Demak, Jateng. (Dok: Sun TV)
DEMAK- Malang benar nasib Mainah. Nenek renta berusia 75 tahun itu terpaksa tinggal sebatang kara di gubug yang nyaris roboh.

Mainah sudah menempati gubug yang terletak di RT 02/01, Desa Babat, Kecamatan Kebon Agung, Demak, Jawa Tengah, itu sejak 20 tahun lalu.

Gubug seukuran 2 x 3 meter itu didirikan warga karena merasa iba dengan kondisinya. Pasalnya, sejak diusir sang anak Mainah sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi.

Sehari-hari dia lebih banyak menunggu kiriman makanan dari tetangga. Tungku di gubugnya sangat jarang digunakan karena tidak ada bahan untuk dimasak.

Bahkan untuk mencari air di sungai, Mainah harus bolak-balik melewati jalan bebatuan yang licin. Tubuh bongkoknya berjalan hanya ditopang tongkat bambu di tangan kanan.

Dalam kondisi jalan licin dan naik turun itu, Mainah harus melangkah hati-hati agar tidak terpeleset. Ditambah, tangan kirinya harus membawa beban satu ember air.

Perjuangan berat untuk mendapatkan air tidak hanya dilakukannya sekali. Dalam sehari, Mainah harus tiga kali bolak-balik ke sungai yang jaraknya 300 meter dari gubugnya.

Tak hanya itu, ranjang tempat istirahatnya juga jauh dari kesan nyaman. Mainah hanya berbaring di bale bambu beralaskan terpal plastik. Tak jarang dia merasa sakit pada tulang belakangnya.

Namun tak sekali pun kekurangan-kekurangan itu menjadi alasan untuk lemah. Tak ada keluhan terlontar dari bibirnya saat dikunjungi Rabu kemarin. Mainah malah justru mengucapkan syukur atas kebaikan para tetangga sehingga kehidupannya terus berlanjut.

Hanya, Mainah mengaku merasa kecewa terhadap anak semata wayangnya, Kustinah. Sampai saat ini Kustinah yang sudah memiliki 10 anak dan empat cucu, tidak pernah memberi perhatian apalagi bantuan.

Mainah mengaku, satu-satunya pelipur lara adalah dengan mengaji. Setiap hari dia selalu menyempatkan melantunkan beberapa ayat Alquran yang sudah dihafalnya sejak lama. 

BLOGROLL

Footer Widget 1

Label Artikel

alexa

Powered by Blogger.

Footer Widget 2

Popular Posts

Followers

visitor in myhome